Perjalanan ke Ciangkrek
Bagimu negeri Jiwaraga kami
Jalan kaki dari SMPN 3 ke arah Ciangkrek, lumayan selama 40 menit mencapai seperdelapan dari jarak keseluruhan yang akan ditempuh. Jalan yang ditempuh awalnya jalan aspal, jalan cor, jalan bebatuan yang campur becek, nanjak banget, terasa perjalanan semakin lama semakin tinggi, nampak di belakang dan sebelah kiri pinggiran gunung yang terjal, nampak di depan dan kanan jalan yang masih jauh nanjak dan tebing kanan campur urugan urugan yang menutup jalan.
Sampailah di bawah batu aro, adalah batu yang yang berada di pinggiran tebing berbentuk seperti sarang tawon, jika melihat ke arah berlawan tebing terlihatlah di tempat jauh seberang Sungai Cimandiri pemadangan indah, daerah Citarik, Pasirsuren dll nampak di kejauhan.
Menarik, selama berjalan di pinggiran tebing yang curam, banyak orang yang lewat bawa sepeda motor. Ada yang sendiri, ada yang bawa karung berisi, ada yang bawa parabola dan pelengkapnya, ada yang bawa barang belanjaan (nampaknya buat dijual di rumah). Jalan coran yang sudah mulai rusak, bebatuan dan licin karena berlumpur coklat dan merah tanah, mereka mampu lewati dengan gesit dan tangkas. Saya potret meraka, mereka membalas dengan senyum dan tawa, nampaknya mereka telah ikhlas dan terbiasa melewati jalanan terjal dan berresiko, sekali terpeleset dan gagal oper gigi bisa masuk jatuh ke jurang.
Sesampai jarak yang saya tempuh 40 menit ada orang yang sengaja berhenti menyapa, "bade ka mana Bapa?" Saya jawab "bade ka Pa Kadus". Dia bilang, "oh teu aya Pa da Pa Kadus na oge nembe teh ka luar nyandak kabel". Saya jawab lagi, "oh kitu abdi oge da bade ka SMP". Dia lanjut nanya, "oh bapa teh anu enggal tea nya gentos Pa Ade?" "Sumuhun" saya jawab. Kemudian dia mengubah arah motor menjadi menghadap ke arah sekolah sembari bilang, "hayu atuh dijajap ku abdi". 'Ah sawios da bade mapah" saya jawab sembari nanya, "palih mana kitu bumi Bapa?" Dia jawab, "caket Pa Kadus Pa palih wetan", saya jawab "oh".
Usia bapa ini sekitar 54 tahun, memakai sepeda motor yamaha RX King. Akhirnya saya ikut diboncengnya dengan kecepatan yang lumrah 25 km/jam untuk melalui jalan itu, karena terlalu lambat tidak akan bisa lewat ban akan mentok tonjolan tonjolan jalan batu dan koral. Sehabis jalan coran dan bebatuan yang nanjak curam kini sampai di puncak tebing yang bertemu dengan pertigaan jalan dari arah Mariuk yang terkenal lewat Puncak Ceuri. Di puncak tebing ini jalan tetap masih menanjak hanya landai tetapi panjang, jika sepeda motor tidak stabil mesinnya bisa mati karena melewati jalan batu koral yang masih perlu digiling oleh alat berat (stoom).
Sesampai di jalan yang nanjak lebih dari sebelumnya di puncak, tiba tiba sepedamotor mati, tapi untung hidup kembali dan di jalan ini tidak sebahaya seperti jalan yang curam sebelum pertigaan tadi, di sini nampak kiri dan kanan pohon Jabon yang sudah tinggi.
Menelisuri jalan di puncak ini baru mencapai setengah perjalanan untuk sampai di tujuan, nampak tebing di seberang ada warna kecoklatan atap rumah rumah penduduk di sekitar sekolah. Udara sepanjang jalan terasa sejuk, orang orang ada yang berjalan menuju kebun untuk berhuma, bertanam padi di tebing bukit, menanam cabe dll.
Habis menikmati kesejukan saya harus konsentrasi mengikuti pembonceng berpegangan erat ke hendel jok karena jalan yang dilewati mulai menurun, masih bebatuan campur tanah, kemudian ada yang sama sekali tidak bisa dilewati karena material jalan tertutup dedaunan kering, humus dan batuan kecil yang dibawa hanyut oleh hujan karena parit sepanjang jalan belum dibuat. Sepeda motor hanya bisa berjalan di pinggiran tebing yang dipaksa diinjak untuk jalan seolah olah dilebarkan dari jalan sebelumnya dengan posisi jalan yang miring (kira kira 30 derajat).
Cukup menegangkan dan melelahkan melalui jalan seperti ini. Jika di kampung saya dulu (Cineam-Tasikmalaya) ada jalan yang tidak separah ini masih tahun 77-78 (40 tahun lalu), ternyata di tempat yang berjarak kurang dari 30 km dari Ibukota Sukabumi masih ada jalan yang belum tersentuh pembangunan (padahal sudah era digital).
Sehabis jalan yang tertutup karena hujan baru saya bisa lewat mulai jalan yang agak rapi baru dicor, ada bertemu lagi dengan pertigaan ke arah babakan jika lurus, ke arah sekolah jika belok kanan. Maka saya telusuri jalan belok kanan. Habis jalan yang dicor, harus konsen lagi jalan koral, cukup menukik saya kira 35 derajat ukurannya. Di pinggir kiri dan kanan tampak pehumaan yang baru ditanami padi baru setinggi 10 cm.
Habis jalan koral kini lewat lagi jalan yang dicor, cukup ngeri karena jalan yang berukuran kurang dari satu meter berada di pinggir sungai jika melihat ke bawah cukup dalam dan banyak batu batu. Saya pegang handle duduk sepeda motor lebih erat dari tadi karena turun melaju ke bawah dalam dengan lebih menukik (kira kira 45 derajat) sampai mulut sungai lanjut belok kanan dan langsung nyebrang jembatan gantung yang sudah mulai mencekung karena kendur. Habis jembatan gantung belok kiri lanjut jalan koral lagi menanjak dengan gradien sama 45 derajat dan berbelok tajam.
Alhamdulillah menjelang sampai di SMPN 5 Simpenan Satap jalan sudah lebih baik karena dicor tetapi masih menanjak dan berbelok, teduh karena banyak pepohonan tetapi hati hati karena jalan hanya berlebar 60 cm dan di sepanjang pinggirnya berlumut.
Sesampai di sekolah langsung masuk ruangan istrirahat 15 menit untuk mengeringkan keringat dan ganti baju.
Perjalanan yang dilewati barusan jika dilalui dengan jalan kaki bisa sampai tujuan ditempuh dalam waktu 2 jam lebih.
Setelah sampai di sekolah saya disambut anak anak kebetulan sedang jam istirahat, kemudian langsung masuk ruangan dan koordinasi dengan guru lain untuk menuntaskan kegiatan PAS hari itu.
Selanjutnya saya cek MOU persiapan Ujian kelas 9 dan ditandatangani. Setelah selesai PAS saya lihat anak dan saya beri pengarahan bahwa dalam menuntut ilmu harus sabar, tabah dan tawakal.
Waktu dhuhur tiba ikut shalat di rumah salah seorang guru. Sambil menunggu waktu dhuhur disuguhi buah mangga dan goreng pisang galek dan lanjut makan siang dengan lauk sederhana.
Setelah shalat saya pamit pulang diantar ojeg yang telah siap menunggu sejak sebelum waktu dhuhur tiba. Berjalan menuju ujung pinggir lapangan (seluas kurang lebih 40 ke 80 meter persegi) dimana ada jalan yang telah dicor sebagai jalan ke luar dan masuk kampung.
Saya naik ojeg seperti biasa persiapan dan langsung konsen dan pegang erat handle jok, jalan yang dilewati berlawanan dengan tadi pas tiba di tempat itu.
Jalan cor selebar 60 cm yang pinggirannya berlumut dilewati dengan kecepatan 30 km/jam. Dengan gradien yang cukup menukik dan setelah habis coran sambung jalan bebatuan berbelok belok di sepanjang pinggiran sungai. Sampai akhir jalan bebatuan belok kanan dan sambung jembatan gantung kurang lebih 15 meter kemudian belok kiri dan menanjak kurang lebih 75 meter kemudin belok kanan dan masih menanjak.
Setelah lewat tempat udara sejuk dimana para pemuda dan pemudi buka hp karena di sini sinyal bisa muncul di layar dan di tempat ini ada barung buat orang yang lewat bisa istirahat.
Setelah melewati jalan nanjak dan mulai turun kembali nampak kelihatan cerobong asap PLTP di pantai Simpenan, laut biru kehijauan terbentang jauh sampai seolah olah bertemu langit yang sama biru, saya sempatkan berfoto naik bukit yang disekelilingnya lahan masih kosong baru dipersiapkan buat berhuma.
Lanjut kembali perjalanan menuruni jalan yang lebih lebar dan kata ojehku mobil bisa masuk untuk antar bahan bangunan lewat jalan ini. Mobil bisa lewat mencapai jalan itu masuk dari arah Mariuk. Harus mobil dengan kondisi sangat fit jika mau lewat jalan bebatuan dan licin seperti itu.
Setelah sampai di pertigaan saya dibawa belok kanan menuju jalan coran yang sudah rusak menurun ke arah SMPN 3 Simpenan.
Di sepanjang turunan banyak berpapasan dengan sepeda motor yang bawa karung berisi pupuk buatan. Sampai di satu tempat ditemukan sepeda motor yang mogok tidak kuat naik karena berat dengan muatan. Sempat ojegku berhenti dan turun untuk membantu memasang ganjal biar tidak mundur ke jurang. Hanya sampai bisa menolong pasang batu saja tidak sampai motor jalan lagi karena perjalanan masih cukup jauh.
Selama perjalanan pulang ojegku ditemani oleh ojeg lain yang hanya ngantar tanpa bawa penumpang.
Pada saat menelusiri jalan menurun menuju SMP 3 cukup curam dan seperti biasa saya pegang erat erat handle, sebentar saja saya lepas maka badan bergeser ke bawah menempel kuat ke punggung tukang ojeg karena tersedot gaya gravitasi.
Alhamdulillah sampai juga di jalan yang tidak begitu menukik, semakin landai landai dan akhirnya jalan sedikit nanjak dan kemudian rata dan bertemu dengan Kang Asep penjaga SMPN 3 Simpenan yang baik, sampai di warung belakang SMPN 3 Simpenan, tukar uang buat ongkos ojeg. Saya bayar Rp 40.000,00. Selamat dalam keadaan cuaca mulai turun hujan.
Kemudian menghubungi sahabat untuk minta izin ngambil sepeda motor yang ditip tadi pagi.
Istirahat sejenak, setelah tiba waktu ashar shalat dulu dan menunggu hujan reda. Hujan tidak kunjung reda akhirnya setelah mulai mengecil siap pulang pakai mantel lewat pinggiran sungai Cimandiri lewat ke arah Bagbagan. Setelah sampai di Mariuk saya berhenti karena di sini tidak turun hujan. Sempat ditanya oleh tukang dagang pakai motor "make mantelnya" sembari ketawa, rupanya dia tidak tahu di Cibuntu turun hujan sangat lebat.
Selesai buka mantel saya kirim sms ke seseorang di Kantor Kecamatan Simpenan dan langsung menuju kantor yang masih buka padahal waktu sudah pukul 16 kurang seperempat.
Saya bertemu Pa Cece dan temannya (anggota panitia LPTQ) juga Pa Camat.
Selesai urusan langsung pulang ke Kadudampit, sampai di rumah pukul 18:30, disambut si bungsu di pintu garasi.
Alhamdulillah bertemu berbahagia di rumah kembali.
Dibuat oleh Iman Nurahman pada hari Rabu 29 Rab Nopember 2018.
Jalan kaki dari SMPN 3 ke arah Ciangkrek, lumayan selama 40 menit mencapai seperdelapan dari jarak keseluruhan yang akan ditempuh. Jalan yang ditempuh awalnya jalan aspal, jalan cor, jalan bebatuan yang campur becek, nanjak banget, terasa perjalanan semakin lama semakin tinggi, nampak di belakang dan sebelah kiri pinggiran gunung yang terjal, nampak di depan dan kanan jalan yang masih jauh nanjak dan tebing kanan campur urugan urugan yang menutup jalan.
Sampailah di bawah batu aro, adalah batu yang yang berada di pinggiran tebing berbentuk seperti sarang tawon, jika melihat ke arah berlawan tebing terlihatlah di tempat jauh seberang Sungai Cimandiri pemadangan indah, daerah Citarik, Pasirsuren dll nampak di kejauhan.
Menarik, selama berjalan di pinggiran tebing yang curam, banyak orang yang lewat bawa sepeda motor. Ada yang sendiri, ada yang bawa karung berisi, ada yang bawa parabola dan pelengkapnya, ada yang bawa barang belanjaan (nampaknya buat dijual di rumah). Jalan coran yang sudah mulai rusak, bebatuan dan licin karena berlumpur coklat dan merah tanah, mereka mampu lewati dengan gesit dan tangkas. Saya potret meraka, mereka membalas dengan senyum dan tawa, nampaknya mereka telah ikhlas dan terbiasa melewati jalanan terjal dan berresiko, sekali terpeleset dan gagal oper gigi bisa masuk jatuh ke jurang.
Sesampai jarak yang saya tempuh 40 menit ada orang yang sengaja berhenti menyapa, "bade ka mana Bapa?" Saya jawab "bade ka Pa Kadus". Dia bilang, "oh teu aya Pa da Pa Kadus na oge nembe teh ka luar nyandak kabel". Saya jawab lagi, "oh kitu abdi oge da bade ka SMP". Dia lanjut nanya, "oh bapa teh anu enggal tea nya gentos Pa Ade?" "Sumuhun" saya jawab. Kemudian dia mengubah arah motor menjadi menghadap ke arah sekolah sembari bilang, "hayu atuh dijajap ku abdi". 'Ah sawios da bade mapah" saya jawab sembari nanya, "palih mana kitu bumi Bapa?" Dia jawab, "caket Pa Kadus Pa palih wetan", saya jawab "oh".
Usia bapa ini sekitar 54 tahun, memakai sepeda motor yamaha RX King. Akhirnya saya ikut diboncengnya dengan kecepatan yang lumrah 25 km/jam untuk melalui jalan itu, karena terlalu lambat tidak akan bisa lewat ban akan mentok tonjolan tonjolan jalan batu dan koral. Sehabis jalan coran dan bebatuan yang nanjak curam kini sampai di puncak tebing yang bertemu dengan pertigaan jalan dari arah Mariuk yang terkenal lewat Puncak Ceuri. Di puncak tebing ini jalan tetap masih menanjak hanya landai tetapi panjang, jika sepeda motor tidak stabil mesinnya bisa mati karena melewati jalan batu koral yang masih perlu digiling oleh alat berat (stoom).
Sesampai di jalan yang nanjak lebih dari sebelumnya di puncak, tiba tiba sepedamotor mati, tapi untung hidup kembali dan di jalan ini tidak sebahaya seperti jalan yang curam sebelum pertigaan tadi, di sini nampak kiri dan kanan pohon Jabon yang sudah tinggi.
Menelisuri jalan di puncak ini baru mencapai setengah perjalanan untuk sampai di tujuan, nampak tebing di seberang ada warna kecoklatan atap rumah rumah penduduk di sekitar sekolah. Udara sepanjang jalan terasa sejuk, orang orang ada yang berjalan menuju kebun untuk berhuma, bertanam padi di tebing bukit, menanam cabe dll.
Habis menikmati kesejukan saya harus konsentrasi mengikuti pembonceng berpegangan erat ke hendel jok karena jalan yang dilewati mulai menurun, masih bebatuan campur tanah, kemudian ada yang sama sekali tidak bisa dilewati karena material jalan tertutup dedaunan kering, humus dan batuan kecil yang dibawa hanyut oleh hujan karena parit sepanjang jalan belum dibuat. Sepeda motor hanya bisa berjalan di pinggiran tebing yang dipaksa diinjak untuk jalan seolah olah dilebarkan dari jalan sebelumnya dengan posisi jalan yang miring (kira kira 30 derajat).
Cukup menegangkan dan melelahkan melalui jalan seperti ini. Jika di kampung saya dulu (Cineam-Tasikmalaya) ada jalan yang tidak separah ini masih tahun 77-78 (40 tahun lalu), ternyata di tempat yang berjarak kurang dari 30 km dari Ibukota Sukabumi masih ada jalan yang belum tersentuh pembangunan (padahal sudah era digital).
Sehabis jalan yang tertutup karena hujan baru saya bisa lewat mulai jalan yang agak rapi baru dicor, ada bertemu lagi dengan pertigaan ke arah babakan jika lurus, ke arah sekolah jika belok kanan. Maka saya telusuri jalan belok kanan. Habis jalan yang dicor, harus konsen lagi jalan koral, cukup menukik saya kira 35 derajat ukurannya. Di pinggir kiri dan kanan tampak pehumaan yang baru ditanami padi baru setinggi 10 cm.
Habis jalan koral kini lewat lagi jalan yang dicor, cukup ngeri karena jalan yang berukuran kurang dari satu meter berada di pinggir sungai jika melihat ke bawah cukup dalam dan banyak batu batu. Saya pegang handle duduk sepeda motor lebih erat dari tadi karena turun melaju ke bawah dalam dengan lebih menukik (kira kira 45 derajat) sampai mulut sungai lanjut belok kanan dan langsung nyebrang jembatan gantung yang sudah mulai mencekung karena kendur. Habis jembatan gantung belok kiri lanjut jalan koral lagi menanjak dengan gradien sama 45 derajat dan berbelok tajam.
Alhamdulillah menjelang sampai di SMPN 5 Simpenan Satap jalan sudah lebih baik karena dicor tetapi masih menanjak dan berbelok, teduh karena banyak pepohonan tetapi hati hati karena jalan hanya berlebar 60 cm dan di sepanjang pinggirnya berlumut.
Sesampai di sekolah langsung masuk ruangan istrirahat 15 menit untuk mengeringkan keringat dan ganti baju.
Perjalanan yang dilewati barusan jika dilalui dengan jalan kaki bisa sampai tujuan ditempuh dalam waktu 2 jam lebih.
Setelah sampai di sekolah saya disambut anak anak kebetulan sedang jam istirahat, kemudian langsung masuk ruangan dan koordinasi dengan guru lain untuk menuntaskan kegiatan PAS hari itu.
Selanjutnya saya cek MOU persiapan Ujian kelas 9 dan ditandatangani. Setelah selesai PAS saya lihat anak dan saya beri pengarahan bahwa dalam menuntut ilmu harus sabar, tabah dan tawakal.
Waktu dhuhur tiba ikut shalat di rumah salah seorang guru. Sambil menunggu waktu dhuhur disuguhi buah mangga dan goreng pisang galek dan lanjut makan siang dengan lauk sederhana.
Setelah shalat saya pamit pulang diantar ojeg yang telah siap menunggu sejak sebelum waktu dhuhur tiba. Berjalan menuju ujung pinggir lapangan (seluas kurang lebih 40 ke 80 meter persegi) dimana ada jalan yang telah dicor sebagai jalan ke luar dan masuk kampung.
Saya naik ojeg seperti biasa persiapan dan langsung konsen dan pegang erat handle jok, jalan yang dilewati berlawanan dengan tadi pas tiba di tempat itu.
Jalan cor selebar 60 cm yang pinggirannya berlumut dilewati dengan kecepatan 30 km/jam. Dengan gradien yang cukup menukik dan setelah habis coran sambung jalan bebatuan berbelok belok di sepanjang pinggiran sungai. Sampai akhir jalan bebatuan belok kanan dan sambung jembatan gantung kurang lebih 15 meter kemudian belok kiri dan menanjak kurang lebih 75 meter kemudin belok kanan dan masih menanjak.
Setelah lewat tempat udara sejuk dimana para pemuda dan pemudi buka hp karena di sini sinyal bisa muncul di layar dan di tempat ini ada barung buat orang yang lewat bisa istirahat.
Setelah melewati jalan nanjak dan mulai turun kembali nampak kelihatan cerobong asap PLTP di pantai Simpenan, laut biru kehijauan terbentang jauh sampai seolah olah bertemu langit yang sama biru, saya sempatkan berfoto naik bukit yang disekelilingnya lahan masih kosong baru dipersiapkan buat berhuma.
Lanjut kembali perjalanan menuruni jalan yang lebih lebar dan kata ojehku mobil bisa masuk untuk antar bahan bangunan lewat jalan ini. Mobil bisa lewat mencapai jalan itu masuk dari arah Mariuk. Harus mobil dengan kondisi sangat fit jika mau lewat jalan bebatuan dan licin seperti itu.
Setelah sampai di pertigaan saya dibawa belok kanan menuju jalan coran yang sudah rusak menurun ke arah SMPN 3 Simpenan.
Di sepanjang turunan banyak berpapasan dengan sepeda motor yang bawa karung berisi pupuk buatan. Sampai di satu tempat ditemukan sepeda motor yang mogok tidak kuat naik karena berat dengan muatan. Sempat ojegku berhenti dan turun untuk membantu memasang ganjal biar tidak mundur ke jurang. Hanya sampai bisa menolong pasang batu saja tidak sampai motor jalan lagi karena perjalanan masih cukup jauh.
Selama perjalanan pulang ojegku ditemani oleh ojeg lain yang hanya ngantar tanpa bawa penumpang.
Pada saat menelusiri jalan menurun menuju SMP 3 cukup curam dan seperti biasa saya pegang erat erat handle, sebentar saja saya lepas maka badan bergeser ke bawah menempel kuat ke punggung tukang ojeg karena tersedot gaya gravitasi.
Alhamdulillah sampai juga di jalan yang tidak begitu menukik, semakin landai landai dan akhirnya jalan sedikit nanjak dan kemudian rata dan bertemu dengan Kang Asep penjaga SMPN 3 Simpenan yang baik, sampai di warung belakang SMPN 3 Simpenan, tukar uang buat ongkos ojeg. Saya bayar Rp 40.000,00. Selamat dalam keadaan cuaca mulai turun hujan.
Kemudian menghubungi sahabat untuk minta izin ngambil sepeda motor yang ditip tadi pagi.
Istirahat sejenak, setelah tiba waktu ashar shalat dulu dan menunggu hujan reda. Hujan tidak kunjung reda akhirnya setelah mulai mengecil siap pulang pakai mantel lewat pinggiran sungai Cimandiri lewat ke arah Bagbagan. Setelah sampai di Mariuk saya berhenti karena di sini tidak turun hujan. Sempat ditanya oleh tukang dagang pakai motor "make mantelnya" sembari ketawa, rupanya dia tidak tahu di Cibuntu turun hujan sangat lebat.
Selesai buka mantel saya kirim sms ke seseorang di Kantor Kecamatan Simpenan dan langsung menuju kantor yang masih buka padahal waktu sudah pukul 16 kurang seperempat.
Saya bertemu Pa Cece dan temannya (anggota panitia LPTQ) juga Pa Camat.
Selesai urusan langsung pulang ke Kadudampit, sampai di rumah pukul 18:30, disambut si bungsu di pintu garasi.
Alhamdulillah bertemu berbahagia di rumah kembali.
Dibuat oleh Iman Nurahman pada hari Rabu 29 Rab Nopember 2018.
Komentar
Posting Komentar